Minggu, 20 Mei 2012

cita-cita anak pemulung (cerpen) by asep nurhidayat


***
Aku adalah seorang anak pemulung yang mempunyai cita-cita untuk lulus dari SMA karena lulus dari SMA saja merupakan hal yang istimewa bagiku agar bisa jadi  yang berguna di kemudian hari, hidup dengan segala keterbatasan dan kekurangan akan materi tapi tidak menyurutkanku untuk mengejar cita-cita itu kebingunganku mulai datang. Berawal dari aku keluar dan berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dengan harapan untuk memperbaiki nasib keluargaku dengan menuntut ilmu, tapi saat itu aku mempunyai kendala yang sangat serius yaitu menyangkut biaya yang di butuhkan, aku termenung sendiri di pekarangan rumah yang hanya beralaskan tanah sebagai lantainya, seraya aku berfikir dan menggerutu dalam hatiku “bagaimana kalau aku coba untuk mengajukan beasiswa ke SMA tujuan “ sambil berharap jadi sebuah kenyataan dan tersenyum ku sendiri menatap langit yang kebetulan malam itu sangat tampak cerah dan di penuhi bintang – bintang yang saling menyapa satu sama lain, kala itu malam mulai larut akupun mulai masuk kedalam rumah sambil memikirkan jalan keluar yang lain untuk bisa melanjutkan sekolahku. Malam itu tepat pukul 12.00 malam aku mempunyai ide untuk berdagang selepas sepulang sekolah , sambil berharap banyak aku akan mencoba untuk mengutarakan keinginnanku kepada ibu bapak ku. Akupun tidur dengan segundang permasalahan yang kualami saat itu bahkan sampai terbawa mimpi apa yang aku pikirkan.
Udara menusuk tubuhku yang tergolek lemah mungkin saat itu jam 5.00 pagi tapi aku berusaha untuk membenarkan selimut kembali tapi apalah dikata angin pagi membangunkanku seiring dengan kokok ayam tetangga yang keras dan kicauan burung-burung alam yang sangat merdu diranting-ranting yang di basahi embun pagi, saat itupun ku buka jendela pagi di udara yang sepi segarnya udara perkampungan yang membuatku selalu semangat untuk memulai hari pada setiap harinya. Suasana kampungpun sedikit demi sedikit muulai berubah dari yang sepi menjadi ramai bak pasar yang banyak pembeli seiring dengan itu sang raja siang mulai terbangun dan menggeliat menunjukan sinarnya untuk menghangatkan alam semesta karena basahnya embun pagi, udara mulai hangat akupun akan mencoba mengutarakan apa ideku kepada kedua orang tuaku, aku mulai berbicara pada saat sarapan pagi bersama adik-adikku
 “bu aku boleh ngutarain ide aku gak?”
“boleh saja asalkan jangn yang aneh – aneh”ibu menjawab dengan penuh keheranan
“gene pa bu aku ingin melanjutkan sekolah ke SMA boleh gak ?”
“nak, kamu jangan mengada-ngada deh buat makan juga kita udah susah apalagi buat biaya kamu sekolah ?”
“ yah bapak gimana sich?, tapi aku punya ide pa bu, gimana low sehabis pulang sekolah aku dagang gorengan saja ? boleh gak bu?”
“hah? Modal dari mana kita? emang kamu mau dan gak malu sama temen – temen kamu nanti?”
“kenapa harus malu bu ? kita udah begini adannya apa yang harus dibuat malu ?”
                                                                       

***
Obrolanku terus berlanjut dengan ibu bapakku dengan harapan aku bisa mendapatkan satu restu untuk sekolah sambil berdagang, pembicaraanpun semakin lama semakin tak beraturan karna aku bersikukuh untuk itu hingga akhirnya ibu dan bapakku menyetujui aku sekolah sambil dagang selepas sekolah.
Dengan secara mengejutkanku ibu yang tadinya di awal pembicaraan kurang begitu merespon malahan beliau yang menyiapkan modal untuk aku berjualan, pada saat itu hatiku sangat senang sekali tak karuan dan kupeluk ibuku sambil aku meminta restu agar sekolah dan jualan saya bisa berjalan dengan beriringan.
Aku ingat pada saat itu bulan juni 2007 aku daftar kesekolah yang biasa – biasa saja dengan uang pendaftaran 15.000 saat itu, tapi aku punya keyakinan bahwa dimanapun kita bersekolah kalau kita bersungguh – sungguh pasti akan mendapatakan ilmu yang bermanfaat dan berguna kelak kita berada di masyarakat. Dengan penuh semangat dan harapan aku pulang kerumah untuk menyiapkan dagangan untuk hari pertama sebenarnya dalam hati kecilku aku merasa apakah aku bisa untuk berjualan sedangakn melihat orang-orang yang sudah lama berdagangpun seperti itu-itu saja, walaupun seperti itu aku coba berjalan untuk menjajakan daganganku yaitu gorengan yang dibuat oleh sang ibu tercinta. Jalan demi jalan kampung ku telusuri untuk menjajakan daganganku berharap bisa laku semua itu dagangan hingga tindak terasa lagi udah 3 jam aku mnegitari kampung tak ada satupun yang membeli gorengan ibuku ini aku beristirahat sejenak sambil melemaskan urat-urat yang tegang karna jalan kaki yang sudah lama, sembari ku istirahaat ternyata ada seorang ibu dengan anak yang di gendongya membeli sepuluh  gorenganku , aku merasa senang tak terkira saat itu yang tadinya gak semangat untuk berdagang aku mulai semangat lagi untuk menjajakan daganganku kembali, tapi sayang sang raja matahari mulai lelah untuk memberikan sinarnya perlahan lahan mulai hilang – hilang dan hilang hingga hari berganti malam yang dingin menusuk tubuh yang hanya menggunakan kaos dan celana pendek tadi siang, yang belum diganti. Akupun pulang kerumah dengan keadaan yang kurang puas karna dagangan ku tidak terjual seluruhnya, sesampainya di rumah akupun malu pada ibu karena jaualanku tidak laku untuk hari pertama ini tapi ibu dengan kebesaran hatinya dia memberiku sebuah motivasi yang sangat berbakna “jangan lah ananda menyerah karena menyerah itu suatu jalan dari kebangkrutan yang kekal” , walau begitu aku tetap saja merasa malu, dengan wajah tertunduk aku mulai bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badan yang bau akan raja siang sambil bernyanyi lagu band  terkenal,  aku terus membersihkan badanku sampai tak terasa sudah waktunya selesai, terasa segar setelah di guyur air surga yang menyejukan hati. Dan  Ibu memanggilku untuk makan
“nak sini makan dulu” dengan lantangnya
“ia, bu bentar” sambil tergesa – gesa aku menghampiri ibuku untuk makan dengan lauk seadanya ikan asin dan sambal tapi aku tetap bersyukur karena masih bisa makan 3x sehari setidaknya walapun degan lauk yang seadanya, dengan lahapnya aku menyantap makanan yang ada di meja karena ku sangat lapar dan cape sekali bahkan ejekan adiku tak di hiraukan saat itu. Akupun selesai lebih awal dari meja makan untuk bergegas tidur
“kamu mau kemana nak? Kata bapak sambil melihat ke arahku
“Aku mau tidur pa udah ngantuk”
“oh ia langsung tidur ya? Bapak dan ibuku serentak
“ia,pa bu” aku pergi meningalkan meja makan menuju ke tempat istirahatku.
Denngan seutas harapan di benaku untuk berjualan di hari esok aku mulai merebahkan tubuhku melemaskan semua otot –otot tubuhku yang sempat tegang karena kecapean , suasana kantuk mulai datang menerpa mataku mulai keberatan untuk bisa di ajak bercanda ria semakin lama mataku tertutup dan segera menuju alam mimpi dan khayalan. Malam pun berlalu begitu cepat seiring dengan tidurku yang pulas singkat cerita 1 tahun berlalu tak terasa lagi aku sudah lama berdagang dengan keadaan yang itu- itu saja walaupun sekolahku selama 1 tahun ini tidak mendapatkan hambatan yang berarti aku turut malu pada janjiku sendiri yang ingin berdagang tapi tak membuahkan hasil, hingga suatu hari aku sempat berfikir untuk menyudahi saja berdagang ini , tapi aku takut tidak bisa melanjutkan sekolahku sampai lulus nanti saat itu juga aku termenung memikirkan masa depan yang harus ku alami nanti seandainya aku tidak sekolah, sambil menatap langit memohon kepada sang pencipta alam ini agar di berikan jalan terbaik atas keraguanku selama ini. Aku ingat saat itu sekitar jam 9.00 malam aku  sendiri tanpa seorangpun teman padaa saat itu sempatku berhayal menjadi seorang yang sukses dan membahagiakan semua keluarga besarku.
Udara malam mulai menusuk tulang benulangku seakan-akan ditusuk duri bunga mawar tapi aku tetap saja dipekarangan rumah sambil berhayal dan berhayal disebuah tempat istirahat yang terbuat dari bambu walaupun sudah usang aku pergunakan juga untuk tempat bersandar tubuhku malam itu, lama kelamaan mataku mulai seperti biasa gak bisa di ajak kompromi semakin lama dunia mulai tertutup tertutup dan tertutup dan akhirnya tak bisa aku elakan lagi sang putri tidur memeluku dalam dekapan malam itu .
                                                            ***
Pada suatu pagi cuaca perkampungan kurang bersahabat dengan hujan yang lebat dengan angin yang marah seakan – akan ingin menerbangkan semua rumah yang ada di kampungku, dengan hati penuh kekesalan karena dengan hujan yang seperti ini aku tidak bisa berangkat kesekolah dan berdagang di siang harinya. Aku mencoba untuk mengobrol dengan ibu dan ayahku
“bu, gimana nih aku gak bisa sekolah dan jualan low hujannya seperti ini terus”seraya berucap
“udah nak jangn terlalu dipikirkan atuh nanti juga reda hujannya ya?”sambil mengelusku dengan penuh cinta
“nak bapa juga sebenarnya kasihan sama kamu yang tiap hari berdagang untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan makan kita sehari – hari, bapa malu nak?”
“ah bapa jangan begitu pa, aku kan dagang bukan karna paksaan tapi karna keinginannku juga pa?”
“ia nak, tapi bapak merasa gak bisa bahagiakan kamu dan adik – adikmu karena bapak kan Cuma tamatan SD kamu taukan? Dengan tidak mempunyai keahlian apapun selain bapak memulung di TPA”
“ya bapak, tapi aku bangga punya orang tua seperti kalian ini pa/bu? Jadi jangan permasalahkan itu lagi pa, mudah-mudahan aku bisa lulus sekolah ini dan bisa bekerja untuk memperbaiki nasib kita ya pa/bu?”
“ia nak, amin semoga tuhan memberikan rizki buatmu sekolah agar bisa mencapai cita-citamu yang mulia itu, ibu hanya bisa mendo’akn kamu saja nak”sraya berbicara lembut sambil berlinangan air mata
“aminnnnnn, semoga tuhan mengabulkan apa yang jadi hajat aku ya bu?”
Obrolan layaknya sedang berlangsungnya kumpulan keluarga itu mengantarkan pada hal yang membuatku termotivasi untuk lebih giat belajar dan berdagang. Hingga tidak terasa hujan reda dan angin yang mengamukpun mulai lelah dan menuju ketempat istirahatnya. Hari itu aku tidak  sekolah dan hanya berdagang karena hujan lebat yang mengguyur kampungku membuatku tidak bisa bersekolah, aku mulai selangkah demi selangkah menjajakan gorengan yang di buatkan sang ibu hingga sampai aku di sebuah pertigaan dan ada orang yang membeli daganganku untuk teman makan nasi, dia membeli dua puluh gorenganku, akupun girang tak terduga dalam hatiku karena belum jauh dari rumah sudah ada pembeli dan berharap hari ini daganganya laku semua biar punya modal buat dagang besok dan untungya untuk beli buku pelajaran, langkahku mulai di lanjutkan dengan penuh harapan yang sangat besar selangkah dua langkah tiga langkah aku tapaki jalan yang penuh lumpur akibat sisa hujan tadi sambil bernyanyi lagu kesukaanku, hingga tidak terasa sudah jauh kakiku melangkah dari tempat tadi tanpa seorangpun pembeli dan memutuskan untuk istirahat terlebih dahulu, istirahatpun berlalu aku mulai menapaki jalan jalan lagi hingga akhirya ada yang membeli daganganku di sekitar mesjid dengan jumlah yang sangat besar bahkan di borongya gorengan buatan sang ibu, seraya ku memasukan gorengan kedalam kantong plastic aku coba menanyakan kepda ibu pembeli yang memborong daganganku.
“bu, buat apa nih? kok di borong semua?”sambil heran ku menatap si ibu
“oh ia de, itu buat kerabat-kerabat saya yang baru datang dari kota mereka menyuruh ibu beli gorengan de”
“ooooohhhhhhhhhh, begitu ya bu, kirain buat ibu sendiri?” sambil tersenyum ria
“enggak lah de masa ibu mau habiskan sendiri, nanti badan yang udah gede gini tambah bullet aja kaya drum bekas getah pinus….hehehe” si ibu bercanda lepas tanpa beban
“wahhhhh, ibu bisa aja becandanya, ini bu gorenganya ?”
“ia de, jadi semuanya berapa?”
“jadi 25.000 bu?”
“Neh uangnya”
“lah bu kegedean uangnya gak da kembaliannya ?”
“masa gede kan kecil, udah ambil saja kembaliannya buat imbalan kamu ajak becanda ibu tadi”
“ya dah bu maksaih ya”
“Ia, sama- sama”
Ibu pembeli mulai meniggalkan ku sendiri lama kelamaan dia semakin jauh, jauh, jauh, jauh, jauh, jauh dan jauh hingga tidak terlihat lagi, dan saat itu juga aku putusakan untuk pulang kerumah dengan membawa hasil daganganku untuk di stor ke ibuku, di waktu berjalan pulang bertemu dengan teman – teman sekolahku dan mereka mengejekku dengan kata-kata yang sangat menyakitkan hati, walau begitu aku terus saja berjalan tanpa menghiraukan cacian mereka terhadapku yang memang benar begitu adanya diriku.
Tak berapa lama kemudian akupun sampai di rumahku yang sederhana ini tempat melepas rasa lelah dan berkumpul dengan ibu/bapak dan adik-adiku tercinta.
                                                                       


***
Enam bulan berlalu tepatnya 1 semester aku lalui kelas dua ini dengan agak tersendat-sendat karena masalah biaya. Kali ini aku mulai merasakan kelelahan yang tak berarti untuk sebuah pengorbanan mencapai cita – citaku, selain jualanku yang semakin sini semakin sepi tanpa pembelinya ditengah- tengah situasi ini benar – benar tak ada yang bisa membantuku, selain masalah itu kebutuhan sekolah semakin meningkat dan memebutuhkan uang yang sangat besar menurutku, karena kalau aku minta bantuan sama ibu bapak aku takutnya membuat mereka kepikiran dan lebih susah lagi , sejenak pikirku berbicara kalau aku bicara lagi pada ibuku mungkin akan menambah beban lagi sedangkan ibu sudah bersusah payah hingga kini , lama kelamaan aku semakin bingung dengan keadaaan ini hingga akhirnya aku menemui titik buntu untuk meneyelesaikannya, entah cita ku akan berhenti sampai disini ataukah ada penyelesaiaan buatku (sambil termenung aku), tak lama kemudian bapak datang dari kerjannya memulung sampah plastic dan melihatku termenung seorang diri dengan tatapan mata yang sangat kosong bapa pun menyapa saya dengan pelannya
“hai,nak kenapa kamu ?”
Aku tak menjawab sedikitpun karena perkataan bapa yang tak ku hiraukan, hingga akhirnya bapak mengulangi menyapaku dengan suara lumayan keras.
“hai, nak kenapa kamu?”
“eeeeeeeeeeeeeeh bapa ?” sambil terkejut karena suara bapak yang keras
“ia, kamu kenapa?”
“nggak pak, gak da apa-apa kok dapat banyak pa sampah plastiknya?”
“lumyan nak, buat tambah- tambah yang di rumah”
Obrolan ku dengan bapak berhenti seraya ibu menmanggil kami
“bapa/kaka makan dulu gih?”
“ia bu……..” aku dan bapak menjawab  panggilan ibu
Seperti biasa aku makan bersama ibu bapak dan adik – adikku denga nasi aron yang sudah lama dan ikan asin yang mungkin sudah tidak layak lagi di makan bagi sebagian orang tapi menurutku ini lauk pauk yang sangat istimewa karena setiap harinya kami makan dengan hanya berteman garam dan garam setiap harinya, adikku yang paling kecil begitu lahap sekali makannya walaupun hanya berteman garam, terbersit rasa kasihan di pikirannku andai saja kemudian hari aku bisa buat adikku bahagia mungkin aku akan sangat senang sekali, tapi apa mau dikata kalau keadaanku seperti ini terus tidak akan bisa membahagiakan keluargaku.
Sedikit demi sedikit udara sore mulai menyapa tubuhku yang sudah selesai makan dan beres- beres ini, tapi lama kelamaan udara yang datang begitu menusuk-menusuk dan menusuk semua tubuhku hingga aku memutuskan untuk beristirahat dengan berselimut baju di badan melupakan semuanya, melemaskan semua otot yang telah kaku dan meninggalkan si putri malam untuk menjemput sang raja pagi.
                                               
****
Pagi mulai menyapa raja semesta mulai menerangi alam ini tapi entah kenapa aku merasakan gelap masih ada padaku.
Masalah kebingunganku datang lagi kepikiranku, pikiran ini mulai lelah untuk menerimanya. Kalau misalkan sekolahku berhenti tanggung rasanya tinggal sebentar lagi kalau tidak berhenti biaya dari mana aku untuk meneruskan sekolahku, hingga akhirnya saat aku terdiam meratapi nasib, ibu menyapa dan memberiku sehelai dua helai kertas berwarna merah dan biru aku pun terkejut dengan ini semua karena setahuku ibu tidak mempunyai uang sama sekali tapi kenapa dia memberiku uang
“bu? Uang dari mana itu bu?” herannya diriku saat itu
“ambil aja ! kamu gak perlu tahu dari mana uang ini datangnya yang penting ini halal dan bisa membayar SPP sekolah kamu yang enam bullan”
Lalu aku terima uang itu
“bu, maksih banget ya? Ibu sudah banting tulang demi aku bu?”
“ia nak, jangan lupa bilang makasih juga sama bapakmu ya nak? Karena dia yang sudah mencari uang buatmu nak?”
“ia bu” tak terasa air mataku keluar tak terbendung lagi karena merasa terharu dengan semua ini.
Akupun memeluk sambil terisak – isak  dan meminta do’anya kembali agar aku bisa jalani hidup ini dengan penuh rasa syukur . lalu akupun berpamitan dengan ibuku kebetulan saat itu ayahku tidak ada sudah berangkat bekerja ku cium tangan ibuku untuk berangkat kesekolah untuk memebereskn biaya sekolah ku yang sudah lama menunggak hingga akhirnya aku bisa sekolah lagi dan ikut ujian semester genap untuk bisa naik kekelas tiga. Ujian aku lewati hari demi hari dengan sungguh -  sungguh karena aku takut mengecewakan keluargaku terutama ibuku.
Seminggu berlalu setelah ujian semester genap hari ini adalah hari yang paling mendebarkan buatku dan teman – teman karena di hari ini aku akan menerima hasil jerit payahku selama satu tahun aku belajar di kelas dua ini, aku ingat sekali saat itu pukul 10.00 wib wali kelas ku datang dengan wajah yang lumayan menyeramkan dia mulai duduk dan mulai membuka acara pembagian rapot di kelasku. Dan beberapa menit kemudian wali kelasku mengumumkan juara – juara untuk di kelas ku dan memberitahukan imbalan yang di terima untuk yang berprestasi
“untuk siswa yang mendapat beasiswa selama dua bulan yang menduduki peringkat ke tiga adalah………………………………… TITI  ….” Aku hanya bisa harap – harap cemas mendengarkan pa guru berbicara di depan sedangkan teman- teman yang lain begitu menikmatinya.
“untuk yang mendapat beasiswa selama tiga bulan yang menduduki peringkat dua adalah……………………………….. AMEL ….”
“dan yang kita tunggu - tunggu untuk juara I adalah ANDRE yang akan mendapatkan beasiswa selama enam bulan atau satu semester……….aplause yang meriah”
akupun sama sekali tak percaya apa yang di ucapkan wali kelasku aku menjadi juara kelas dan mendapat beasiswa pula selama satu semester di kelas tiga sungguh – sungguh anugrah yang tak terkira buatku yang sekolah sambil berdagang ini. Aku segera kedepan dan mengambil rapotku beserta tanda bukti terima bahwa aku rangking 1, setelah ku menerima rapot dan berpamitan kepada wali kelasku aku langsung meluncur pulang kerumah bak roket yang akan menuju luar angkasa.
Sesampainya di rumah aku meanggil – manggil ibu bapak ku yang saat itu sedang memilah hasil memulung bapak dengan bangga aku berbicara pada kedua orang tuaku
“ibu/bapak aku dapat rangking 1 dan beasiswa untuk di kelas tiga bu/pa”
Ibu / bapak ku termenung sejenak dengan pikiran tak menyangka bahwa anak yang di perjuangkannya itu mendapat beasiswa
“alllllllllllllllllllllllllhamdlllah nak, mudah-mudahan  cita citamu lulus SMA bisa tercapai”. Bapa dan ibuku seraya berkata sambil berlinangan air mata bahagia.
Suasana itu terus berlanjut hingga sang raja siang  mulai kembali keperaduannya dan sang putri malam mulai menampakan dirinya untuk menemaniku malam ini yang penuh dengan rasa bahagia dengan pencapaianku.





                                                                        *****
Hari itu senin awal aku masuk kelas tiga SMA dengan tanpa beban sesuatu apapun karena untuk masalah biayapun sudah di tanggung pihak sekolah untuk satu semester ini, dengan penuh bangga dan keriangan hati hari itu aku mesrasa menjadi orang yang paling beruntung hidup dunia ini walaupun dengan keterbatasan materi. aku sekolah untuk semester ini istilahnya gratis tapi aku tidak bisa leha – leha di karenakan harus ku kumpulkan uang untuk semester berikutnya agar aku bisa lulus sekolah SMA sperti cita – citaku terdahulu.
Di awali hari yang penuh kegembiraan sekolahpun selanjutnya sangat – sangat berjalan lancer baik dari akademik dan non akademik, waktu demi waktu kulalui hari demi hari kutapaki untuk sekedar mencari ilmu yang di ridhai tuhan, seiring dengan bumi berputar pada porosnya dan mengelilingi mathari bersama itu bulan yang mengelilingi bumi aku terus berusaha menjadi yang terbaik dan yang terbaik hingga tidak terasa lagi semester ganjil pun akan mengalami akhir dan tentunya dengan segala Sesutu yang terjadi dan baik yang menyenangkan hingga yang menyakitkan sekalipun aku alami saat semester ganjil, tapi aku bertekad untuk yang ke dua kalinya ingin mendapatkan beasiswa lagi di semester genap bahkan seminggu sebelum ujian di mulai aku sudah siap – siap dengan menghapal seluruh mata pelajaran yang akan di ujikan nanti. Ujian selama satu minggu aku lalui denganuh lumayan menguras otakku hingga aku jatuh sakit selama dua hari tapi untungnya sakitku hanya sekedar kelelahan saja yang mungkin di akibatkan terlalu capenya saat ujian di laksanakan baik cape fisik dan psikis.
Seminggu setelah ujianpun berselang dan berlalu sangat cepat dengan hasil rapot yang menurutku biasa – biasa saja karena hanya masuk rangking dua dan tidak dapat beasiswa untuk yang kedua kalinya, dalam relung hatiku yang paling dalam aku menangis karena tidak bisa dapat beasiswa lagi tapi kesedihanku simpan dalam – dalam saatku berada di tengah orang – orang yang menyayangiku. Tapi aku bertekad untuk menyelesaikan sekolahku walaupun harus jatuh bangun aku berdagang seperti yang sebelumya aku rela demi sekolahku karena bagiku sekolah adalah segalanya dan dan keluarga yang slalu akan aku bahagiakan. Sempat dulu aku sisishkan uang jajanku saat aku mendapat  beasiswa pada celengan zaman tahun apa lah pokokya sudah using tak berbentuk tapi masih bisa untuk menyimpan uang, akupun segera mengambil celengan di bawah kasurku itu dengan berharap celenganku bisa untuk memenuhi sekolahku beberapa bulan saja dan ku pecahkan celenganku sekuat tenaga tenaga “prak” mungkin seperti itu bunyi yang di timbulkan celengan kesayanganku itu, uangpun berceceran di atas lantai,  klihatannya banyak ini uang, semoga bukan hanya kelihatannya aja. Aku mulai hitung uang hasil jerit payahku dan jumlahnya 300.000 lumayan untuk SPP sampai beres semester genap tinggal nyari buat dana yang lain – lainnya aja.
Seiring waktu bergulir canda tawa tangis aku lalui hanya untuk berdagang dan sekolah, tak ada hujan tak ada angin dan tak ada pirasat apa- apa aku di hadapkan pada takdir yang berkata lain ibuku di jemput oleh yang maha kuasa, belum sempat beliau menyaksikan aku lulus SMA dia pergi meninggalkanku untuk selama – lamanya dan belum sempat aku ucapakan terima kasih atas semua kesalahku yang pernah aku lakukan selama ini. Hati terasa beku jantung terasa tak berdetak, darah serasa tak mengalir di dalam tubuhku ini saking shocknya aku di tinggalkan sang ibu tercinta di saat aku membutuhkan peran seorang ibu yang slalu mendampingiku dan mengingatkanku di saat aku salah dan slalu memujiku di saat aku meraih sesuatu, mungkin saat ini aku hanya bisa bisa berdo’a kepada yang maha kuasa agar ibuku di tempatkan di tempat yang paluing baik dan istimewa di sisinya.
 Keadaanku setelah di tinggal ibu semakin terpuruk karena aku belum bisa melupakan ibuku hingga akhirnya semuanya tidak  terarah bahkan hamper – hamper aku di keluarkan dari sekolah karena sudah hamper seminggu aku gak masuk sekolah, sembari itu aku mulai berusaha menata hidupku kembali dengan penuh asa dan harapan untuk mempersembahkan semuanya untuk almarhum ibunda tercinta.
Enam bulan berlalu akupun lulus ujian Negara atau yang biasa di sebut UN dan lulus dari sekolahku yang sudah memeberiku banyak arti hidup dan sebuah arti pengorbanan, aku merasa gembira karena apa yang aku impi – impikan semuanya jadi kenyataan bahkan secara mengejutkan aku diterima di sebuah bank terkenal di Indonesia, sejak aku bekerja di bank tersebut aku hidup bahagia dengan bapak dan adik – adikku dengan materi yang lumayan mencukupi di banding dulu, walaupun tanpa sosok ibu di sampingku.

0 komentar:

Posting Komentar